Kalau ada yang bertanya, apa peran perempuan menjelang detik-detik proklamasi kemerdekaan? Tentu kita akan teringat dengan sosok Fatmawati, istri Bung Karno. Dialah yang menjahit bendera Sang Saka Merah Putih yang dikibarkan pada 17 Agustus 1945. Dan ia berdiri di belakang suaminya saat Sang Proklamator mengumumkan kemerdekaan Indonesia.
Dalam menggambarkan keanggunan, kecantikan dan ketegasan Ibu Fatmawati, ia dijuluki Merpati dari Bengkulu. Sebutan itu diberikan dalam buku 'Bung Karno Masa Muda' terbitan Pustaka Antar Kota pada 1978.
Ibu Fatmawati lahir pada hari Senin, 5 Februari 1923 Pukul 12.00 Siang di Kota Bengkulu, sebagai putri tunggal keluarga H. Hassan Din dan Siti Chadidjah.
Hal itu berarti bertepatan dengan hari ini 5 Februari 2018, adalah hari peringatan kelahiran beliau yang ke-95.
Barangkali tidak banyak yang tahu bahwa Merpati dari Bengkulu ini sebenarnya keturunan Kerajaan Indrapura Mukomuko. Sang ayah, Hassan Din, adalah keturunan ke-6 dari Kerajaan Putri Bunga Melur. Putri Bunga Melur berarti putri yang cantik, sederhana, dan bijaksana. Tidak mengherankan bila Fatmawati mempunyai sifat bijaksana dan mengayomi.
Walau berdarah bangsawan, Fatmawati kecil tidak dimanjakan. Ayahanda Fatmawati, Hassan Din, semula bekerja sebagai pegawai perusahaan Belanda, Bersomij, di Bengkulu, memilih menanggalkan jabatannya karena tak mau keluar dari Muhammadiyah. Sejak itu, Hassan Din sering berganti usaha dan berpindah ke sejumlah kota di kawasan Sumatera bagian Selatan.
Kecantikan Fatmawati dilengkapi dengan keahliannya di bidang seni yaitu menari. Sementara mayoritas tahu bahwa Bung Karno adalah pengagum seni. Hal ini jugalah yang membuat Bung Karno jatuh hati pada Fatmawati.
Seperti yang diketahui, bahwa Fatmawati meninggal pada 14 Mei 1980 di General Hospital Kuala Lumpur karena serangan jantung seusai ibadah umroh di Mekkah. Jenazahnya dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta. Sebelum meninggal, Fatmawati masih memikirkan Indonesia dalam benaknya.
Ia mengucapkan, "Datang ke Mekkah sudah menjadi pendaman cita-citaku. Saban hari aku melakukan zikir dan mengucapkan syahadat serta memohon supaya diberi kekuatan mendekat kepada Allah. Juga memohon supaya diberi oleh Tuhan, keberanian dan melanjutkan perjuangan fi sabilillah. Aku berdoa untuk cita-cita seperti semula, yaitu cita-cita Indonesia Merdeka. Jangan sampai terbang Indonesia Merdeka."
Atas pengabdiannya kepada Negara, pemerintah melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 118/TK/2000 pada 4 November 2000 menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepada Ibu Fatmawati. Nama Fatmawati juga diabadikan sebagai nama jalan dan rumah sakit.
Sementara di Kota Bengkulu sebagai kota kelahiran Fatmawati, pemerintah setempat mengenangnya dengan mengabadikan nama Fatmawati sebagai nama bandara yang menggantikan nama sebelumnya bernama Bandar Udara Padang Kemiling pada 14 November 2001. Peresmian perubahan nama itu dilakukan oleh putrinya yang menjabat Presiden Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri.
Meski sudah puluhan tahun berlalu namun pesona Merpati dari Bengkulu ini tak pernah pudar. Pahit getir perjuangan dan jasa-jasa Ibu Fatmawati akan selalu terkenang.
Dalam menggambarkan keanggunan, kecantikan dan ketegasan Ibu Fatmawati, ia dijuluki Merpati dari Bengkulu. Sebutan itu diberikan dalam buku 'Bung Karno Masa Muda' terbitan Pustaka Antar Kota pada 1978.
Ibu Fatmawati lahir pada hari Senin, 5 Februari 1923 Pukul 12.00 Siang di Kota Bengkulu, sebagai putri tunggal keluarga H. Hassan Din dan Siti Chadidjah.
Hal itu berarti bertepatan dengan hari ini 5 Februari 2018, adalah hari peringatan kelahiran beliau yang ke-95.
Barangkali tidak banyak yang tahu bahwa Merpati dari Bengkulu ini sebenarnya keturunan Kerajaan Indrapura Mukomuko. Sang ayah, Hassan Din, adalah keturunan ke-6 dari Kerajaan Putri Bunga Melur. Putri Bunga Melur berarti putri yang cantik, sederhana, dan bijaksana. Tidak mengherankan bila Fatmawati mempunyai sifat bijaksana dan mengayomi.
Walau berdarah bangsawan, Fatmawati kecil tidak dimanjakan. Ayahanda Fatmawati, Hassan Din, semula bekerja sebagai pegawai perusahaan Belanda, Bersomij, di Bengkulu, memilih menanggalkan jabatannya karena tak mau keluar dari Muhammadiyah. Sejak itu, Hassan Din sering berganti usaha dan berpindah ke sejumlah kota di kawasan Sumatera bagian Selatan.
Kecantikan Fatmawati dilengkapi dengan keahliannya di bidang seni yaitu menari. Sementara mayoritas tahu bahwa Bung Karno adalah pengagum seni. Hal ini jugalah yang membuat Bung Karno jatuh hati pada Fatmawati.
Seperti yang diketahui, bahwa Fatmawati meninggal pada 14 Mei 1980 di General Hospital Kuala Lumpur karena serangan jantung seusai ibadah umroh di Mekkah. Jenazahnya dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta. Sebelum meninggal, Fatmawati masih memikirkan Indonesia dalam benaknya.
Ia mengucapkan, "Datang ke Mekkah sudah menjadi pendaman cita-citaku. Saban hari aku melakukan zikir dan mengucapkan syahadat serta memohon supaya diberi kekuatan mendekat kepada Allah. Juga memohon supaya diberi oleh Tuhan, keberanian dan melanjutkan perjuangan fi sabilillah. Aku berdoa untuk cita-cita seperti semula, yaitu cita-cita Indonesia Merdeka. Jangan sampai terbang Indonesia Merdeka."
Atas pengabdiannya kepada Negara, pemerintah melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 118/TK/2000 pada 4 November 2000 menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepada Ibu Fatmawati. Nama Fatmawati juga diabadikan sebagai nama jalan dan rumah sakit.
Sementara di Kota Bengkulu sebagai kota kelahiran Fatmawati, pemerintah setempat mengenangnya dengan mengabadikan nama Fatmawati sebagai nama bandara yang menggantikan nama sebelumnya bernama Bandar Udara Padang Kemiling pada 14 November 2001. Peresmian perubahan nama itu dilakukan oleh putrinya yang menjabat Presiden Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri.
Meski sudah puluhan tahun berlalu namun pesona Merpati dari Bengkulu ini tak pernah pudar. Pahit getir perjuangan dan jasa-jasa Ibu Fatmawati akan selalu terkenang.
No comments