Sejarah Kabupaten Bengkulu Selatan


Tepat pada tanggal 8 Maret 2018 mendatang, kabupaten Bengkulu Selatan akan berusia 69 tahun. Dalam usia senja yang masih bersahaja itu, mungkin tidak sedikit masyarakat Bengkulu yang belum tahu mengenai sejarah kabupaten Bengkulu Selatan. Terutama dari kalangan remaja sesungguhnya dituntut untuk tahu mengenai sejarah daerah, sebab hal itu sudah menjadi amanah dari Presiden Pertama Indonesia yang mengatakan 'Jas Merah' jangan sekali-kali meninggalkan sejarah.

Kabupaten Bengkulu Selatan berdiri berdasarkan Keputusan Gubernur Militer Daerah Militer Istimewa Sumatera Selatan pada tanggal 8 Maret 1949 Nomor GB/ 27/ 1949, tentang pengangkatan Baksir sebagai Bupati Bengkulu Selatan (sebelumnya bernama Kabupaten Manna Kaur 1945 – 1948 dan Kabupaten Seluma Manna Kaur 1948 – 1949). Pada perkembangan selanjutnya dikuatkan dengan Surat Keputusan Presiden RI tanggal 14 November 1956 dengan Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1956 (Tambahan Lembaran Negara 109).

Berdasarkan Kesepakatan Masyarakat Rakyat tanggal 7 Juni 2005, dikuatkan oleh Perda No. 20 tanggal 31 Desember 2005 dan diundangkan dalam Lembaran Daerah No. 13 Tanggal 2 Januari 2006 Seri C maka tanggal 8 Maret ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Bengkulu Selatan. Berdasarkan Undang- undang Nomor: 03 Tahun 2003 Kabupaten Bengkulu Selatan mengalami pemekaran wilayah menjadi Kabupaten Kaur, Seluma dan Bengkulu Selatan.

Kabupaten Bengkulu Selatan juga dikenal dengan sebutan Serawai. Asal nama Serawai dikaitkan dengan dua pendapat yaitu :
1. Serawai berasal kata sauai yang maksudnya cabang dua buah sungai yaitu sungai Musi dan Sungai Seluma yang dibatasi oleh Bukit Capang.
2. Serawai berasal kata dari seran yang artinya celaka (celako). Ini dihubungkan dengan suatu legenda dimana seorang anak raja dari hulu karena menderita penyakit menular lalu dibuang (dihanyutkan) ke sungai dan terdampar dimana anak raja inilah yang mendirikan kerajaan ini.

Bahasa di kabupaten Bengkulu Selatan terdiri dari dua bahasa asli yaitu bahasa Pasemah yang banyak dipakai dari muara sungai Kedurang sampai dengan perbatasan Kabupaten Kaur, sedangkan mayoritas menggunakan bahasa Serawai yang merupakan turunan dari bahasa Melayu.

Suku Serawai adalah suku dengan populasi terbesar kedua yang hidup di daerah Bengkulu. Sebagian besar masyarakat suku Serawai berdiam di kabupaten Bengkulu Selatan. Suku Serawai mempunyai mobilitas yang cukup tinggi, saat ini banyak dari mereka yang merantau ke daerah-daerah lain untuk mencari penghidupan baru, seperti ke kabupaten Kepahiang, kabupaten Rejang Lebong, kabupaten Bengkulu Utara, dan lain sebagainya.

Kerajaan Serawai terpisah dengan Kerajaan Bengkulu (Bangkahulu). Kerajaan ini ditemui antara daerah sungai Jenggalu sampai ke muara sungai Bengkenang namun kerajaan ini akhirnya terpecah- pecah menjadi kerajaan kecil yang disebut margo (marga). Marga dipimpin oleh seorang datuk dan membawahi beberapa desa/ dusun. Marga- marga di Kabupaten Bengkulu Selatan itu adalah Pasar Manna, VII Pucukan, Anak Lubuk Sirih, Anak Dusun Tinggi, Kedurang, Ulu Manna Ilir, Ulu Manna Ulu, Anak Gumay dan Tanjung Raya. Namun mereka bersatu atas dasar satu kesatuan dan satu keturunan dan satu rumpun bahasa.

Suku serawai adalah masyarakat pemakai Bahasa yang hampir setiap katanya diakhiri dengan kata "au". Berdasarkan sumber dari buku yang ditulis oleh Kiagus Husen dalam bukunya "Simbur Cahaya Bangkahulu" tahun 1938, mengatakan bahwa adat lembaga Serawai ini terpakai di daerah Pino, Ulu Manna, Manna, dan Bengkenang yaitu dalam: Marga Anak Gumai, Marga Tanjung Raya, Marga VII Pucukan, Marga Anak Lubuk Sirih, Marga Anak Dusun Tinggi, Sumbai Besar Manna, Sumbai Kecil Manna dan Luar Khalifah Manna.

Berdasarkan cerita turun temurun, suku bangsa Serawai berasal dari leluhur yang bernama Serunting Sakti bergelar Si Pahit Lidah. Serunting Sakti berputera tujuh orang, yaitu : Serampu Sakti, yang menetap di Rantau Panjang. Gumatan, yang menetap di Pasemah Padang Langgar, Lahat. Serampu Rayo, yang menetap di Tanjung Karang Enim, Lematang Ilir Ogan Tengah (LIOT). Sati Betimpang, yang menetap di Ulak Mengkudu, Ogan. Si Betulah, yang menetap di Saleman Lintang, Lahat. Si Betulai, yang menetap di Niur Lintang, Lahat. Dan Bujang Gunung, yang menetap di Ulak Mengkudu Lintang, Lahat.

Putera Serunting Sakti yang bernama Serampu Sakti mempunyai 13 orang putera yang tersebar di seluruh tanah Serawai. Serampu Sakti dengan anak-anaknya ini dianggap sebagai cikal-bakal suku Serawai. Putera ke 13 Serampu Sakti yang bernama Rio Icin bergelar Puyang Kelura mempunyai keturunan sampai ke Lematang Ulu dan Lintang.

Masyarakat Bengkulu Selatan di masa kini adalah masyarakat yang sedang bergerak menjadi masyarakat modern. Meski kini banyak yang berprofesi sebagai PNS, namun umumnya mereka masih mencari penghasilan dengan bekerja di sektor pertanian, khususnya perkebunan yang menghasilkan beberapa jenis tanaman perkebunan utama seperti; kelapa sawit, kopi, karet, coklat, dan kelapa. Selain di sektor pertanian, sebagian masyarakat Bengkulu Selatan juga mempunyai penghasilan di sektor lain seperti; peternakan, perikanan, kehutanan, perindustrian, pertambangan, dan perdagangan. Kini, di Manna juga tumbuh hotel dan pariwisata.

No comments