Enggano, Kehidupan Sosial dan Budaya Masyarakatnya


Enggano, pulau ini merupakan satu diantara banyaknya kekayaan bumi Nusantara. Pulau Enggano ini memang merupakan pulau terluar di Indonesia yaitu terletak di Samudra Hindia atau belahan Barat pulau Sumatera.

Selain menyimpan pesona alam yang masih alami, Pulau Enggano juga banyak menyimpan kekayaan budaya Indonesia yakni melalui Suku Enggano. Dilansir dari Indonesia.go.id, menurut leluhur setempat, suku Enggano berawal dari kisah hidup dua pasangan manusia bernama Kimanipe dan Manipah yang merupakan manusia pertama di pulau tersebut.

Kimanipe dan Manipah pada awalnya adalah penumpang yang terdampar dari musibah di kapal layar mereka. kapal tersebut terkena wabah penyakit sehingga banyak yang meninggal dan hanya menyisakan mereka. Pasca peristiwa tersebut, mereka melanjutkan hidup di Pulau Enggano dan memiliki beberapa keturunan.

Dari hasil hubungan merekalah muncul beberapa suku yang akhirnya menghuni Pulau Enggano yakni Kaitora, Kauno, Kaharuba, Kaahua, dan Kaarubi. Masing-masing suku dipimpin oleh ketua suku dan kemudia membentuk lembaga adat dengan nama ‘Kaha Yamu’y’. Untuk berjalannya lembaga ini, dipilihlah seorang ketua yang disebut dengan Pa’buki.

Suku Enggano menganut sistem matrilineal dengan perempuan sebagai pewaris suku. Warisan biasanya berupa barang tidak bergerak seperti tanah yang juga diwariskan kepada anak perempuan. Sedangkan kaum laki-laki hanya menerima peralatan pertanian dan senjata tajam. Meskipun menganut sistem matrilineal, kepala suku tetaplah kaum laki-laki.

Dahulu karena seringnya terjadi perang antar suku, rumah tinggal Suku Enggano berada di puncak bukit dengan tujuan agar mudah saat mengintai musuh. Rumahnya pun unik karena berbentuk heksagon dan bertingkat dan bernama yubuaho.

Sistem kekerabatan di dalam suku Enggano adalah hubungan saudara antara individu baik dalam satu saudara, ma’aoa maupun desa yang diikat dengan kesadaran akan nenek moyang yang sama, keturunan dan perkawinan. Karena itu, orang Enggano memiliki kebiasaan untuk mengatakan bahwa orang-orang yang berada di pulau ini adalah seluruhnya bersaudara.

Sistem kepemimpinan suku Enggano bersifat tradisional. Pada masa kolonialisme Belanda seorang pemimpin di dalam suku bangsa Enggano disebut kahai yamunya, yang dipilih dari kelima Paabuki Pada masa pasca kolonialisme Belanda, pimpinan kahai yamuiya diganti oleh seorang Paabuki. Jabatan Paabuki ini ditunjuk melalui musyawarah suku bangsa.

Paabuki ini dibantu oleh ekap’u (kepala suku), yang bertanggung jawab terhadap segala urusan yang menyangkut kepentingan warga suku. Selain itu, Paabuki dibantu oleh seorang orai, yang bertugas mengawasi semua urusan keungan dan barang yang diperoleh dari denda adat. Sedangkan untuk sistem kemasyarakatan Enggano dilandasi oleh gotong-royong dalam kebutuhan sehari-hari.

Berdasarkan penelitian Pieters J. Ter Keurs dari Museum Nasional Etnologi Belanda, Suku Enggano pertama kali dilihat oleh awak kapal dari Portugis yang kapalnya mendarat di pulau tersebut pada awal tahun 1500-an.

Suku Enggano merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia. Bukan hanya menyimpan kekayaan seni budaya serta pemandangan dan pesona alam yang luar biasa. Masyarakat Enggano merupakan masyarakat yang penuh dengan nilai luhur dan kearifan lokal yang tetap terus dipegang seiring dengan perubahan zaman.

No comments