![]() |
Seluma, kabupaten yang dipimpin oleh Bupati H. Bundra Jaya, SH, MH dan wakilnya Drs. Suparto, M.Si ini tengah merayakan hari jadi yang ke-15. Tepat pada 23 Mei 2003 lalu, kabupaten ini terbentuk bersamaan dengan kabupaten Kaur.
Sebelum diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, Seluma merupakan bagian dari Kabupaten Bengkulu Selatan yang beribukota di Manna. Kabupaten Bengkulu Selatan terbentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Militer Sumatera Selatan Nomor 50/Gb/1952 dengan nama Daerah Swatantra Tingkat II Sumatera Selatan yang kemudian didefinitifkan pada tahun 1955 dengan Undang-Undang Darurat Nomor 4 tahun 1956 dengan luas wilayah 5.949,14 Km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 389.899 jiwa.
Wilayah Kabupaten Bengkulu Selatan merupakan gabungan dari tiga bekas Kewedanaan, yaitu Kewedanan Seluma, Kewedanaan Manna, dan Kewedanaan Kaur.
Dilihat dari perspektif sejarah, pada masa kolonial Belanda, yaitu ketika masa pemerintahan asisten-residen J.H. Knoerle (1828-1833), Seluma sudah merupakan satu kabupaten (landschappen) yang wilayahnya meliputi Ngalam, Seluma, Talo, dan Alas, terdiri dari 119 dusun dan berpenduduk 7.832 jiwa.
Tahun 1908, sesuai dengan keputusan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, Keresidenan Bengkulu dibagi menjadi lima Afdeelingen (kabupaten). Salah satu kabupaten tersebut adalah Afdeeling Seluma yang dipimpin oleh seorang controleur dan berkedudukan di Tais.
Setelah Indonesia merdeka, status Afdeeling Seluma kemudian berubah menjadi kewedanaan dan bersama dengan Kewedanaan Manna dan Kaur menjadi Kabupaten Bengkulu Selatan.
Keresidenan Bengkulu pada awal kemerdekaan ini menjadi bagian dari Provinsi Sumatera yan berpusat di Bukittinggi. Tahun 1946 sampai 1968, Keresidenan Bengkulu menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Selatan yang berpusat di Palembang.
Tahun 1968, status Keresidenan Bengkulu kemudian ditingkatkan menjadi Provinsi Bengkulu yang terdiri dari tiga kabupaten dan satu kotamadya, yaitu Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu Selatan, Rejang Lebong, dan Kotamadya Bengkulu.
Orde Reformasi yang lahir seiring tumbangnya Rezim Orde Baru telah membawa angin segar baru bagi masyarakat Seluma untuk kembali memiliki pemerintahan sendiri dalam bentuk kabupaten otonom yang wilayahnya meliputi bekas Kewedanaan Seluma.
Munculnya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah memberi isyarat bahwa wilayah kabupaten/kota dapat melakukan pemekaran wilayah. Akibat dari undang-undang tersebut, masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Bengkulu Selatan telah merespon untuk melakukan pemekaran wilayah.
Hal ini terlihat dengan adanya keinginan dari para pemuka dan tokoh masyarakat untuk menjadikan daerahnya agar dapat melakukan kegiatan pemerintahan sendiri. Para pemuka dan tokoh masyarakat dimaksud berasal dari daerah bekas Kewedanaan Seluma dan bekas Kewedanaan Kaur yang dengan gigih berusaha untuk bisa menjadikan daerahnya sebagai kabupaten tersendiri.
Berdiri sendiri dan menjadi sebuah kabupaten, merupakan keinginan masyarakat Seluma. Keinginan masyarakat bekas Kewedanaan Seluma untuk menjadi kabupaten sendiri, lepas dari Kabupaten Bengkulu Selatan merupakan cita-cita luhur seluruh masyarakat daerah tersebut yang telah lama diidam-idamkan dan diperjuangkan.
Keinginan masyarakat Seluma untuk menjadikan daerahnya sebagai suatu kabupaten bukanlah merupakan keinginan yang tidak beralasan, melainkan merupakan suatu harapan luhur dan impian yang sangat dinantikan untuk menjadi kenyataan.
Akhirnya muncullah angin segar dan harapan yang kuat untuk dapat merealisasikan keinginan untuk menjadikan bekas Kewedanaan Kaur menjadi Kabupaten Kaur dan bekas Kewedanaan Seluma menjadi Kabupaten Seluma. Tanggal 24 November 1999, sekelompok masyarakat Daerah Seluma telah bersepakat dalam pertemuan musyawarah di Hotel Tiara Bengkulu untuk membentuk kabupaten otonom baru. Kemudian mereka menyiapkan banyak hal hingga diresmikanlah kabupaten Seluma pada 23 Mei tahun 2003.
Sementara itu, menurut beberapa sumber serta cerita rakyat yang tersebar di tengah-tengah masyarakat Seluma, asal usul kabupaten ini dinamakan Seluma adalah berasal dari kata “Seluman” atau “Menghilang”.
Dahulu, Ketika Maharaja Sakti beserta 15 pengawal dalam perjalanannya keliling Sumatra menuju ke arah selatan sampai di kerajaan silebar yang termasuk kedalam rumpun kerajaan Bangkahulu di sebelah selatan, ia mendengar berita dari masyarakat bahwa di puncak bukit Campang dan bukit Lesung dalam wilayah tak bertuan, terdapat sebuah danau di puncak bukit yang dibendung oleh seekor naga raksasa.
Danau tersebut oleh penduduk setempat disebut Tebat Sekedi yang apabila diartikan secara harfiah berarti “kolam siluman”. Setiap 30 tahun danau itu akan mendatangkan banjir bandang yang maha dahsyat pada setiap sungai di wilayah ini.
Berdasarkan kisah turun temurun yang didapatkan dari para pendahulu bahwa Maharaja Sakti bersama pengawalnya langsung melihat ke puncak bukit Campang dan Lesung, dan pada saat itu terjadilah keajaiban yakni Naga membendung Tebat Sekedi.
Naga tersebut sedang menetaskan telurnya, namun anak naga yang menetas itu langsung menghilang kemudian berserulah Maharaja Sakti yang mengatakan "Siluman..." yang dalam bahasa penduduk asli Bunga Mas disebut Seluman. Selanjutnya, Maharaja Sakti menamakan daerah tersebut Daerah Seluman.
Kemudian, berdasarkan rapat adat puyang-puyang dalam suatu musyawarah untuk mufakat, puyang perpatih sakti yaitu puyang Semidang Bunga Mas, pujang rio kidap yaitu puyang Semidang Alas, puyang menak talang tais yaitu puyang Semidang Bukit Kabu dan puyang puteri rubiyah yaitu puyang Semidang Pasemah Ulu Alas, diputuskan bahwa untuk menghindarkan kesalahpahaman mengenai “Seluman” atau “Siluman" dari pengertian “menghilang” maka sebaiknya nama tersebut digunakan dengan tanpa makna yaitu “Seluma”.
Dan di hari ini, usia kabupaten Seluma sudah mencapai 15 tahun. Daerah dengan potensi pertanian dan perikanan yang menjanjikan ini diharapkan semakin maju, makmur dan berjaya. Ditambah dengan potensi pariwasatanya yang semakin baik dari hari ke hari, semoga dapat menarik banyak pengunjung untuk datang ke Seluma.
Sebelum diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, Seluma merupakan bagian dari Kabupaten Bengkulu Selatan yang beribukota di Manna. Kabupaten Bengkulu Selatan terbentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Militer Sumatera Selatan Nomor 50/Gb/1952 dengan nama Daerah Swatantra Tingkat II Sumatera Selatan yang kemudian didefinitifkan pada tahun 1955 dengan Undang-Undang Darurat Nomor 4 tahun 1956 dengan luas wilayah 5.949,14 Km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 389.899 jiwa.
Wilayah Kabupaten Bengkulu Selatan merupakan gabungan dari tiga bekas Kewedanaan, yaitu Kewedanan Seluma, Kewedanaan Manna, dan Kewedanaan Kaur.
Dilihat dari perspektif sejarah, pada masa kolonial Belanda, yaitu ketika masa pemerintahan asisten-residen J.H. Knoerle (1828-1833), Seluma sudah merupakan satu kabupaten (landschappen) yang wilayahnya meliputi Ngalam, Seluma, Talo, dan Alas, terdiri dari 119 dusun dan berpenduduk 7.832 jiwa.
Tahun 1908, sesuai dengan keputusan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, Keresidenan Bengkulu dibagi menjadi lima Afdeelingen (kabupaten). Salah satu kabupaten tersebut adalah Afdeeling Seluma yang dipimpin oleh seorang controleur dan berkedudukan di Tais.
Setelah Indonesia merdeka, status Afdeeling Seluma kemudian berubah menjadi kewedanaan dan bersama dengan Kewedanaan Manna dan Kaur menjadi Kabupaten Bengkulu Selatan.
Keresidenan Bengkulu pada awal kemerdekaan ini menjadi bagian dari Provinsi Sumatera yan berpusat di Bukittinggi. Tahun 1946 sampai 1968, Keresidenan Bengkulu menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Selatan yang berpusat di Palembang.
Tahun 1968, status Keresidenan Bengkulu kemudian ditingkatkan menjadi Provinsi Bengkulu yang terdiri dari tiga kabupaten dan satu kotamadya, yaitu Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu Selatan, Rejang Lebong, dan Kotamadya Bengkulu.
Orde Reformasi yang lahir seiring tumbangnya Rezim Orde Baru telah membawa angin segar baru bagi masyarakat Seluma untuk kembali memiliki pemerintahan sendiri dalam bentuk kabupaten otonom yang wilayahnya meliputi bekas Kewedanaan Seluma.
Munculnya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah memberi isyarat bahwa wilayah kabupaten/kota dapat melakukan pemekaran wilayah. Akibat dari undang-undang tersebut, masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Bengkulu Selatan telah merespon untuk melakukan pemekaran wilayah.
Hal ini terlihat dengan adanya keinginan dari para pemuka dan tokoh masyarakat untuk menjadikan daerahnya agar dapat melakukan kegiatan pemerintahan sendiri. Para pemuka dan tokoh masyarakat dimaksud berasal dari daerah bekas Kewedanaan Seluma dan bekas Kewedanaan Kaur yang dengan gigih berusaha untuk bisa menjadikan daerahnya sebagai kabupaten tersendiri.
Berdiri sendiri dan menjadi sebuah kabupaten, merupakan keinginan masyarakat Seluma. Keinginan masyarakat bekas Kewedanaan Seluma untuk menjadi kabupaten sendiri, lepas dari Kabupaten Bengkulu Selatan merupakan cita-cita luhur seluruh masyarakat daerah tersebut yang telah lama diidam-idamkan dan diperjuangkan.
Keinginan masyarakat Seluma untuk menjadikan daerahnya sebagai suatu kabupaten bukanlah merupakan keinginan yang tidak beralasan, melainkan merupakan suatu harapan luhur dan impian yang sangat dinantikan untuk menjadi kenyataan.
Akhirnya muncullah angin segar dan harapan yang kuat untuk dapat merealisasikan keinginan untuk menjadikan bekas Kewedanaan Kaur menjadi Kabupaten Kaur dan bekas Kewedanaan Seluma menjadi Kabupaten Seluma. Tanggal 24 November 1999, sekelompok masyarakat Daerah Seluma telah bersepakat dalam pertemuan musyawarah di Hotel Tiara Bengkulu untuk membentuk kabupaten otonom baru. Kemudian mereka menyiapkan banyak hal hingga diresmikanlah kabupaten Seluma pada 23 Mei tahun 2003.
Sementara itu, menurut beberapa sumber serta cerita rakyat yang tersebar di tengah-tengah masyarakat Seluma, asal usul kabupaten ini dinamakan Seluma adalah berasal dari kata “Seluman” atau “Menghilang”.
Dahulu, Ketika Maharaja Sakti beserta 15 pengawal dalam perjalanannya keliling Sumatra menuju ke arah selatan sampai di kerajaan silebar yang termasuk kedalam rumpun kerajaan Bangkahulu di sebelah selatan, ia mendengar berita dari masyarakat bahwa di puncak bukit Campang dan bukit Lesung dalam wilayah tak bertuan, terdapat sebuah danau di puncak bukit yang dibendung oleh seekor naga raksasa.
Danau tersebut oleh penduduk setempat disebut Tebat Sekedi yang apabila diartikan secara harfiah berarti “kolam siluman”. Setiap 30 tahun danau itu akan mendatangkan banjir bandang yang maha dahsyat pada setiap sungai di wilayah ini.
Berdasarkan kisah turun temurun yang didapatkan dari para pendahulu bahwa Maharaja Sakti bersama pengawalnya langsung melihat ke puncak bukit Campang dan Lesung, dan pada saat itu terjadilah keajaiban yakni Naga membendung Tebat Sekedi.
Naga tersebut sedang menetaskan telurnya, namun anak naga yang menetas itu langsung menghilang kemudian berserulah Maharaja Sakti yang mengatakan "Siluman..." yang dalam bahasa penduduk asli Bunga Mas disebut Seluman. Selanjutnya, Maharaja Sakti menamakan daerah tersebut Daerah Seluman.
Kemudian, berdasarkan rapat adat puyang-puyang dalam suatu musyawarah untuk mufakat, puyang perpatih sakti yaitu puyang Semidang Bunga Mas, pujang rio kidap yaitu puyang Semidang Alas, puyang menak talang tais yaitu puyang Semidang Bukit Kabu dan puyang puteri rubiyah yaitu puyang Semidang Pasemah Ulu Alas, diputuskan bahwa untuk menghindarkan kesalahpahaman mengenai “Seluman” atau “Siluman" dari pengertian “menghilang” maka sebaiknya nama tersebut digunakan dengan tanpa makna yaitu “Seluma”.
Dan di hari ini, usia kabupaten Seluma sudah mencapai 15 tahun. Daerah dengan potensi pertanian dan perikanan yang menjanjikan ini diharapkan semakin maju, makmur dan berjaya. Ditambah dengan potensi pariwasatanya yang semakin baik dari hari ke hari, semoga dapat menarik banyak pengunjung untuk datang ke Seluma.
No comments