![]() |
Mengenai pembangunan semesta dan berencana, Bung Karno sudah berulang kali mengatakan bahwa kesuksesan sebuah pembangunan di lapangan tergantung pada tenaga manusia dan alat-alat.
Seperti yang ditulis dalam buku Pedoman untuk Melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat yang diterbitkan Permata Surabaya pada era Demokrasi Terpimpin, Sukarno mengatakan: "Pokok utama ialah tenaga manusia yang berwatak pembangun, berani mengambil inisiatif, tidak lekas putus asa, ulet dan gigih untuk mencapai tujuannya."
Sementara pokok pembangunan pada era Demokrasi Terpimpin ialah pendidikan kader yang dapat dan sanggup melaksanakan proyek-proyek yang dicetuskan pada saat itu. Dalam masa peralihan seperti yang terjadi pada masa itu, harus diperlengkapkan dan dipersiapkan aparatur Negara, yang memegang peranan penting dalam pembangunan di segala lapangan.
Dan diantara lapangan-lapangan pembangunan, yang bersifat urgent atau penting untuk dilaksanakan ialah lapangan pembangunan dalam bidang industri, keuangan, perekonomian, dan di bidang mental.
Kader Pembangunan, untuk mendidik mereka secara biasa sebagaimana di negeri-negeri yang telah maju, pada saat itu samasekali tidak memungkinkan. Dalam hal ini sambil melaksanakan pembangunan, harus ditempuh jalan-jalan berikut ini:
- Mempergunakan tenaga-tenaga ahli dan kejuruan dari Negara-negara yang tidak memusuhi Republik Indonesia untuk memberi didikan kepada pemuda-pemuda dan calon tenaga ahli pembangunan.
- Mengadakan sistem pendidikan; bekerja sambil belajar. Pelajar-pelajar kejuruan, dalam tingkat kelas atas diwajibkan berpraktek di lapangan-lapangan pekerjaan yang bermacam-macam sesuai dengan kejuruan yang diambilnya. Misal, di pabrik-pabrik, di perkebunan, di laboratorium, dan sebagainya. Setelah lulus diharuskan bekerja pada Negara untuk waktu yang ditentukan dan bekerja dengan menerima upah.
Bagi para buruh, di tempat bekerja akan diberi kesempatan untuk menambah pengetahuan. "Jadi, misalnya disuatu pabrik diadakan tempat dan waktu bagi pekerja-pekerjanya untuk mengikuti pelajaran yang akan mempermahir mereka menjalankan tugas. Bagi mereka yang telah lulus, yang baik diharuskan mendidik kader-kader di bawahnya. Dengan cara ini maka tenaga-tenaga kejuruan akan bertambah dan biaya akan lebih murah." ujar Sukarno pada saat itu.
Beliau juga menyarankan agar sekolah kejuruan diperbanyak melebihi sekolah umum. Bagi orang yang sudah lulus dari sekolah kejuruan di tingkat bawah maka akan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tingkat menengah, seterusnya akan diberi kesempatan melanjutkan sekolah ke tingkat tinggi.
Namun, tentulah para pelajar tersebut menemui kesukaran, kesulitan dan adanya kekurangan di diri mereka. Dalam mengatasi hal itu, dengan sigap Bung Karno bicara: "Mengenai kesukaran dan kekurangan para siswa terhadap pelajaran, hendaknya diadakan kelas perantara atau penghubung, dimana para pelajar diberi kesempatan untuk mengejar kekurangannya sehingga mutu pelajarannya tidak kalah dengan pelajar dari sekolah umum."
Saat itu, Sukarno juga memberi contoh; misalnya sekolah pertanian tingkat rendah dari (SR), tingkat menengah (SMP), dan tingkat atas (SMA). Jika kejuruan-kejuruan tersebut diadakan secara banyak, mulai dari tingkat bawah, maka kesempatan untuk anak-anak petani dan buruh lebih banyak untuk memasuki sekolah-sekolah kejuruan. Dan anak-anak petani dan buruh akan lebih baik hasilnya dalam lapangan pertanian dan industri daripada anak-anak yang selamanya tak pernah berhubungan dengan pengolahan tanah atau industri. Begitu juga dengan lapangan teknik dan lainnya. Cara-cara tersebut bisa membatasi adanya birokrasi yang tidak sehat dalam beberapa lapangan usaha. Pendidikan secara massal, mengenal sistem masyarakat ala Indonesia, haruslah sudah ditanamkan.
"Ini bisa dimasukkan dalam pelajaran-pelajaran di sekolah-sekolah, mulai dari sekolah rendah sampai sekolah tinggi. Juga dimasukkan dalam kursus-kursus penerangan-penerangan, baik lewat surat kabar, majalah, maupun lewat RRI, seminar-seminar dan sebagainya." saran Bung Karno yang sangat mendukung pembangunan semesta berencana.
Sukarno sangat menekankan hal itu, sebab menurutnya rencana masyarakat sosialis ala Indonesia tidak akan jadi bila masyarakat tidak memiliki kesadaran sosialisme. Disamping itu, pelaksaan terhadap apa yang telah diuraikan Bung Karno juga membutuhkan kecakapan, pengalaman dan ketabahan. Orang yang sangat dibutuhkan ialah orang yang cakap, ahli, bersemangat, suka bekerja, dan selalu menggunakan rasionya dalam bertindak.
Dalam masa peralihan saat itu, Sukarno juga mengatakan bahwa pengusaha-pengusaha nasional masih perlu dihidupkan. Sebab merekalah yang akan mendorong kegiatan dan kegembiraan bekerja, mendorong adanya penemuan-penemuan baru di lapangan, dan mendorong cara-cara bekerja yang zakelijk (hak kebendaan atau hak untuk memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan terhadap siapapun, misalnya: hak milik -eigendom-, hak hipotek, dan hak gadai.)
Di masa peralihan, aparatur Negara masih belum mencukupi dalam arti jumlah dan nilainya. Dan yang ditakutkan pada saat itu ialah akan timbulnya birokrasi yang tidak sehat, yang dalam hakekatnya akan menghambat pembangunan dan menghambat lancarnya lalu lintas perubahan.
Adanya birokrasi yang tidak sehat itu memudahkan timbulnya korupsi, manipulasi dan sebagainya, sejenis hal yang akan merugikan Negara dan masyarakat. Maka adanya pengusaha nasional adalah menjadi salah satu saluran untuk membentuk ekonomi nasional dengan mencegah timbulnya birokrasi yang tidak sehat.
"Untuk menghidupkan pengusaha-pengusaha nasional secara sehat itu, pemerintah memberikan fasilitas-fasilitas yang wajar. Bantuan-bantuan kepada mereka mesti bersifat mendidik. Bantuan-bantuan dengan jangka waktu yang tertentu. Sehingga pada mereka timbul kegiatan untuk berdiri sendiri. Parasit Negara harus dicegah." demikian Bung Karno.
Seperti yang ditulis dalam buku Pedoman untuk Melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat yang diterbitkan Permata Surabaya pada era Demokrasi Terpimpin, Sukarno mengatakan: "Pokok utama ialah tenaga manusia yang berwatak pembangun, berani mengambil inisiatif, tidak lekas putus asa, ulet dan gigih untuk mencapai tujuannya."
Sementara pokok pembangunan pada era Demokrasi Terpimpin ialah pendidikan kader yang dapat dan sanggup melaksanakan proyek-proyek yang dicetuskan pada saat itu. Dalam masa peralihan seperti yang terjadi pada masa itu, harus diperlengkapkan dan dipersiapkan aparatur Negara, yang memegang peranan penting dalam pembangunan di segala lapangan.
Dan diantara lapangan-lapangan pembangunan, yang bersifat urgent atau penting untuk dilaksanakan ialah lapangan pembangunan dalam bidang industri, keuangan, perekonomian, dan di bidang mental.
Kader Pembangunan, untuk mendidik mereka secara biasa sebagaimana di negeri-negeri yang telah maju, pada saat itu samasekali tidak memungkinkan. Dalam hal ini sambil melaksanakan pembangunan, harus ditempuh jalan-jalan berikut ini:
- Mempergunakan tenaga-tenaga ahli dan kejuruan dari Negara-negara yang tidak memusuhi Republik Indonesia untuk memberi didikan kepada pemuda-pemuda dan calon tenaga ahli pembangunan.
- Mengadakan sistem pendidikan; bekerja sambil belajar. Pelajar-pelajar kejuruan, dalam tingkat kelas atas diwajibkan berpraktek di lapangan-lapangan pekerjaan yang bermacam-macam sesuai dengan kejuruan yang diambilnya. Misal, di pabrik-pabrik, di perkebunan, di laboratorium, dan sebagainya. Setelah lulus diharuskan bekerja pada Negara untuk waktu yang ditentukan dan bekerja dengan menerima upah.
Bagi para buruh, di tempat bekerja akan diberi kesempatan untuk menambah pengetahuan. "Jadi, misalnya disuatu pabrik diadakan tempat dan waktu bagi pekerja-pekerjanya untuk mengikuti pelajaran yang akan mempermahir mereka menjalankan tugas. Bagi mereka yang telah lulus, yang baik diharuskan mendidik kader-kader di bawahnya. Dengan cara ini maka tenaga-tenaga kejuruan akan bertambah dan biaya akan lebih murah." ujar Sukarno pada saat itu.
Beliau juga menyarankan agar sekolah kejuruan diperbanyak melebihi sekolah umum. Bagi orang yang sudah lulus dari sekolah kejuruan di tingkat bawah maka akan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tingkat menengah, seterusnya akan diberi kesempatan melanjutkan sekolah ke tingkat tinggi.
Namun, tentulah para pelajar tersebut menemui kesukaran, kesulitan dan adanya kekurangan di diri mereka. Dalam mengatasi hal itu, dengan sigap Bung Karno bicara: "Mengenai kesukaran dan kekurangan para siswa terhadap pelajaran, hendaknya diadakan kelas perantara atau penghubung, dimana para pelajar diberi kesempatan untuk mengejar kekurangannya sehingga mutu pelajarannya tidak kalah dengan pelajar dari sekolah umum."
Saat itu, Sukarno juga memberi contoh; misalnya sekolah pertanian tingkat rendah dari (SR), tingkat menengah (SMP), dan tingkat atas (SMA). Jika kejuruan-kejuruan tersebut diadakan secara banyak, mulai dari tingkat bawah, maka kesempatan untuk anak-anak petani dan buruh lebih banyak untuk memasuki sekolah-sekolah kejuruan. Dan anak-anak petani dan buruh akan lebih baik hasilnya dalam lapangan pertanian dan industri daripada anak-anak yang selamanya tak pernah berhubungan dengan pengolahan tanah atau industri. Begitu juga dengan lapangan teknik dan lainnya. Cara-cara tersebut bisa membatasi adanya birokrasi yang tidak sehat dalam beberapa lapangan usaha. Pendidikan secara massal, mengenal sistem masyarakat ala Indonesia, haruslah sudah ditanamkan.
"Ini bisa dimasukkan dalam pelajaran-pelajaran di sekolah-sekolah, mulai dari sekolah rendah sampai sekolah tinggi. Juga dimasukkan dalam kursus-kursus penerangan-penerangan, baik lewat surat kabar, majalah, maupun lewat RRI, seminar-seminar dan sebagainya." saran Bung Karno yang sangat mendukung pembangunan semesta berencana.
Sukarno sangat menekankan hal itu, sebab menurutnya rencana masyarakat sosialis ala Indonesia tidak akan jadi bila masyarakat tidak memiliki kesadaran sosialisme. Disamping itu, pelaksaan terhadap apa yang telah diuraikan Bung Karno juga membutuhkan kecakapan, pengalaman dan ketabahan. Orang yang sangat dibutuhkan ialah orang yang cakap, ahli, bersemangat, suka bekerja, dan selalu menggunakan rasionya dalam bertindak.
Dalam masa peralihan saat itu, Sukarno juga mengatakan bahwa pengusaha-pengusaha nasional masih perlu dihidupkan. Sebab merekalah yang akan mendorong kegiatan dan kegembiraan bekerja, mendorong adanya penemuan-penemuan baru di lapangan, dan mendorong cara-cara bekerja yang zakelijk (hak kebendaan atau hak untuk memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan terhadap siapapun, misalnya: hak milik -eigendom-, hak hipotek, dan hak gadai.)
Di masa peralihan, aparatur Negara masih belum mencukupi dalam arti jumlah dan nilainya. Dan yang ditakutkan pada saat itu ialah akan timbulnya birokrasi yang tidak sehat, yang dalam hakekatnya akan menghambat pembangunan dan menghambat lancarnya lalu lintas perubahan.
Adanya birokrasi yang tidak sehat itu memudahkan timbulnya korupsi, manipulasi dan sebagainya, sejenis hal yang akan merugikan Negara dan masyarakat. Maka adanya pengusaha nasional adalah menjadi salah satu saluran untuk membentuk ekonomi nasional dengan mencegah timbulnya birokrasi yang tidak sehat.
"Untuk menghidupkan pengusaha-pengusaha nasional secara sehat itu, pemerintah memberikan fasilitas-fasilitas yang wajar. Bantuan-bantuan kepada mereka mesti bersifat mendidik. Bantuan-bantuan dengan jangka waktu yang tertentu. Sehingga pada mereka timbul kegiatan untuk berdiri sendiri. Parasit Negara harus dicegah." demikian Bung Karno.
No comments