![]() |
gambar: pedomanbengkulu.com |
Pada tanggal 30 September 1960, Bung Karno menyampaikan pidato di depan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam pidato Bung Karno, tersebutlah mengenai masalah yang ada di dalam tubuh Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan rakyat Indonesia menaruh perhatian khusus akan hal itu. Seperti yang tertera dalam buku Pedoman untuk Melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat yang diterbitkan Permata Surabaya pada era Demokrasi Terpimpin disebutkan bahwa PBB adalah sebagai satu-satunya badan internasional yang menjadi harapan bangsa-bangsa di dunia untuk menyelesaikan masalah-masalah dan pertikaian-pertikaian internasional guna mencapai kemerdekaan bangsa-bangsa dan kesejahteraan ummat manusia.
Terkait hal tersebut, Pemimpin Besar Revolusi Indonesia yakni Bung Karno menegaskan; "Mereka itu, dan rakyat Asia dan Afrika rakyat-rakyat benua Amerika dan benua Eropa serta rakyat benua Australia sedang memperhatikan dan mendengarkan serta mengharap-harap. Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa ini bagi mereka merupakan suatu harapan akan masa-depan dan suatu kemungkinan baik bagi zaman sekarang ini.
Kita bertekad untuk membuat Perserikatan Bangsa-Bangsa kuat dan universil serta mampu untuk memenuhi fungsinya yang layak. Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak lagi merupakan badan seperti yang menandatangani Piagam lima belas tahun yang lalu. Dunia inipun tidak sama dengan yang sebelumnya.
Mereka yang dengan kebijaksanaan berjerih-payah untuk menghasilkan Piagam Organisasi ini, tidak dapat menyangka akan terjelmanya bentuk yang sekarang ini. Diantara orang-orang yang bijaksana dan jauh pandangannya itu, hanya beberapa yang sadar bahwa akhir imperialisme sudah tampak dan bahwa bila Organisasi ini harus hidup terus maka ia mesti memberi kemungkinan kepada bangsa-bangsa baru dan bangsa-bangsa yang lahir kembali untuk masuk beramai-ramai berduyun-duyun dan bersemangat."
Bagi rakyat Indonesia saat itu, keinginan terbesar mereka adalah agar PBB memiliki kewibawaan dan kekuatan morilnya di belakang perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa secara tegas dan jelas. Sebab seperti kata Bung Karno bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa itu adalah suatu organisasi dari Negara-Negara Bangsa yang masing-masing menggenggam permata tersebut kuat-kuat sebagai sesuatu yang berharga. "Kita semuanya telah terhimpun dengan sukarela, sebagai saudara dan sederajat dalam Organisasi ini." ujar Bung Karno saat itu.
Bagi Bung Karno, yang tergabung dalam PBB sudah seperti saudara dan sederajat, karena semuanya memiliki kedaulatan yang sederajat, dan semua orang menganggap kedaulatan yang sederajat itu sama-sama berharga. Perserikatan Bangsa-Bangsa pun berkesempatan untuk membangun bagi dirinya sendiri reputasi dan gengsi yang besar.
Keprihatinan Bung Karno terhadap masalah yang melanda PBB kembali ia tegaskan dalam ucapannya yang mengatakan "Disini hendak saya kemukakan peringatan yang sangat serius. Banyak anggota organisasi ini dan banyak pejabat organisasi ini, mungkin tak begitu menyadari perbuatan-perbuatan imperialisme dan kolonialisme. Mereka tak pernah mengalaminya; mereka tak mengenal keuletannya dan kebengisannya, dan banyaknya mukanya, dan kejahatannya.
Kami dari Asia dan Afrika mengenalnya. Saya katakan pada tuan-tuan: Janganlah bertindak sebagai alat yang tidak tahu apa-apa dari imperialisme. Jangan bertindak sebagai tangan kanan yang buta dari kolonialisme.
Jika tuan-tuan bertindak demikian maka tuan pasti akan membunuh Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa ini, dan dengan begitu tuan akan membunuh harapan dari jutaan manusia yang tidak terhitung itu dan mungkin tuan akan menyebabkan hari depan mati dalam kandungan.
Kita hidup ditengah-tengah Revolusi Tuntutan Yang Meningkat. Mereka yang dahulunya tanpa kemerdekaan, kini menuntut kemerdekaan. Mereka yang dahulunya tanpa suara, kini menuntut agar suaranya didengar.
Mereka yang sebelumnya kelaparan, kini menuntut beras banyak-banyak dan setiap hari. Mereka yang tadinya buta huruf, kini menuntut pendidikan. Seluruh dunia ini merupakan suatu sumber-sumber tenaga Revolusi yang besar, suatu gudang mesiu revolusioner yang besar.
Tidak kurang dari tiga-perempat ummat manusia terlibat didalam Revolusi Tuntutan Yang Meningkat, dan ini adalah Revolusi Maha-hebat sejak manusia untuk pertama kalinya berjalan dengan tegak disuatu dunia yang murni dan menyenangkan.
Berhasil atau gagalnya organisasi ini akan dinilai dari hubungannya dengan Revolusi Tuntutan Yang Meningkat itu. Generasi-generasi yang akan datang akan memuji atau mengutuk kita atas jawaban kita terhadap tantangan ini."
Perkataan Bung Karno yang berapi-api itu sungguh mewakili rakyat Indonesia yang sangat khawatir terhadap PBB. Sebab saat itu PBB dinilai tidak mampu menyelesaikan masalah-masalah internasional, tidak mampu menyelesaikan persengketaan-persengketaan internasional atas prinsip musyawarah, serta PBB tidak mampu memenuhi tuntutan zaman pembangunan bangsa-bangsa, dan tidak mencerminkan kondisi dunia.
Untuk memperbaiki keadaan tersebut, maka retooling pun dikumandangkan. Retooling merupakan salah satu usaha-usaha pokok atau program umum dalam mengatasi sebab-sebab kegagalan revolusi, secara harfiah retooling adalah pembersihan. Bila diterapkan secara politik, retooling memiliki makna pembersihan dari unsur-unsur yang dianggap tidak sesuai dengan jalannya revolusi.
Dari zaman pembangunan bangsa-bangsa, telah muncul kemungkinan dan keharusan akan suatu dunia yang bebas dari ketakutan, bebas dari kekurangan, dan bebas dari penindasan-penindasan nasional. Pergolakan-pergolakan kolonial, perkembangan yang cepat dari daerah-daerah yang belum maju dilapangan tekhnis, dan masalah perlucutan senjata, semuanya adalah masalah-masalah yang tepat dan mendesak untuk dipertimbangkan dan dimusyawarahkan.
Bagi rakyat Indonesia, prinsip musyawarah bukanlah sesuatu yang idealistis, tetapi prinsip yang memang dapat dilaksanakan seperti perkataan Sukarno yang sangat menjunjung tinggi musyawarah.
"Satu-satunya cara bagi organisasi ini untuk dapat menjalankan fungsinya secara memuaskan, adalah dengan jalan mufakat yang diperoleh dalam musyawarah. Musyawarah harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga tidak ada persaingan antara pendapat-pendapat yang bertentangan, tidak ada resolusi-resolusi dan resolusi-resolusi balasan, tidak ada pemihakan-pemihakan, melainkan hanya usaha yang teguh untuk mencari dasar umum dalam memecahkan sesuatu masalah.
Dari musyawarah semacam ini timbullah permufakatan, suatu kebulatan pendapat, yang lebih kuat dari suatu resolusi yang dipaksakan melalui jumlah suara mayoritet, suatu resolusi yang mungkin tidak diterima atau yang mungkin tidak disukai oleh minoritet.
Kami tahu dari pengalaman yang sama pahitnya, sama praktisnya dan sama realistisnya, bahwa cara-cara musyawarah kami dapat pula diselenggarakan dibidang internasional. Dibidang itu cara-cara itu berjalan sama baiknya seperti dibidang nasional.
Konferensi Asia-Afrika diselenggarakan dengan cara-cara musyawarah. Dalam konferensi itu tidak terdapat mayoritet dan minoritet. Tidak pula diadakan pemungutan suara. Dalam konferensi itu hanya terdapat musyawarah dan keinginan umum untuk mencapai persetujuan. Konferensi itu menghasilkan komunike yang dibuat dengan suara bulat, komunike yang merupakan salah suatu yang terpenting dalam sejarah.
Saya yakin bahwa pemakaian dengan tulus ikhlas dari cara-cara musyawarah demikian ini akan mempermudah pekerjaan organisasi internasional ini. Ya, barangkali cara ini akan memungkinkan pekerjaan yang sebenarnya dari organisasi ini. Cara musyawarah ini akan menunjukkan jalan untuk menyelesaikan banyak masalah-masalah yang makin bertumpuk bertahun-tahun. Cara musyawarah ini akan memungkinkan terselesaikannya masalah-masalah yang tampaknya tidak terpecahkan."
Kemudian, berhubung dengan kenyataan-kenyataan tersebut di atas Bung Karno mendesak agar:
1. Supaya Markas Besar PBB dipindahkan ke tempat yang bebas dari suasana perang dingin.
2. Supaya Piagam PBB ditinjau kembali dan disesuaikan dengan tuntutan zaman pembangunan bangsa-bangsa dewasa ini berlandaskan kepada ajaran Pancasila.
3. Supaya organisasi dan keanggotaan Dewan Keamanan dan Lembaga-lembaga PBB lainnya mencerminkan bangkitnya Negara-Negara Sosialis ataupun berkembangnya dengan cepat kemerdekaan negara-negara Asia-Afrika.
4. Supaya Sekretariat PBB yang dipimpin Sekjen diretool.
Akhirnya Pemimpin Besar Revolusi Indonesia sebagai penyambung lidah rakyat Indonesia itu menyatakan cita-cita rakyat Indonesia untuk membangun dunia baru sebagai berikut:
"Kami tidak berusaha mempertahankan dunia yang kami kenal; kami berusaha membangun suatu dunia yang baru yang lebih baik! Kami berusaha membangun suatu dunia yang sehat dan aman. Kami berusaha membangun suatu dunia, dimana setiap orang dapat hidup dalam suasana damai.
Kami berusaha membangun suatu dunia, dimana terdapat keadilan kemakmuran untuk semua orang. Kami berusaha membangun suatu dunia dimana kemanusiaan dapat mencapai kejayaannya yang penuh. Bangunlah dunia ini kembali! Bangunlah dunia ini kokoh dan kuat dan sehat! Bangunlah suatu dunia dimana semua bangsa hidup dalam damai dan persaudaraan.
Bangunlah dunia yang sesuai dengan impian dan cita-cita ummat manusia. Putuskan sekarang hubungan dengan masa lampau karena fajar sedang menyingsing. Putuskan sekarang hubungan dengan masa lampau sehingga kita bisa mempertanggung-jawabkan diri terhadap masa depan." demikian Bung Karno.
Terkait hal tersebut, Pemimpin Besar Revolusi Indonesia yakni Bung Karno menegaskan; "Mereka itu, dan rakyat Asia dan Afrika rakyat-rakyat benua Amerika dan benua Eropa serta rakyat benua Australia sedang memperhatikan dan mendengarkan serta mengharap-harap. Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa ini bagi mereka merupakan suatu harapan akan masa-depan dan suatu kemungkinan baik bagi zaman sekarang ini.
Kita bertekad untuk membuat Perserikatan Bangsa-Bangsa kuat dan universil serta mampu untuk memenuhi fungsinya yang layak. Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak lagi merupakan badan seperti yang menandatangani Piagam lima belas tahun yang lalu. Dunia inipun tidak sama dengan yang sebelumnya.
Mereka yang dengan kebijaksanaan berjerih-payah untuk menghasilkan Piagam Organisasi ini, tidak dapat menyangka akan terjelmanya bentuk yang sekarang ini. Diantara orang-orang yang bijaksana dan jauh pandangannya itu, hanya beberapa yang sadar bahwa akhir imperialisme sudah tampak dan bahwa bila Organisasi ini harus hidup terus maka ia mesti memberi kemungkinan kepada bangsa-bangsa baru dan bangsa-bangsa yang lahir kembali untuk masuk beramai-ramai berduyun-duyun dan bersemangat."
Bagi rakyat Indonesia saat itu, keinginan terbesar mereka adalah agar PBB memiliki kewibawaan dan kekuatan morilnya di belakang perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa secara tegas dan jelas. Sebab seperti kata Bung Karno bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa itu adalah suatu organisasi dari Negara-Negara Bangsa yang masing-masing menggenggam permata tersebut kuat-kuat sebagai sesuatu yang berharga. "Kita semuanya telah terhimpun dengan sukarela, sebagai saudara dan sederajat dalam Organisasi ini." ujar Bung Karno saat itu.
Bagi Bung Karno, yang tergabung dalam PBB sudah seperti saudara dan sederajat, karena semuanya memiliki kedaulatan yang sederajat, dan semua orang menganggap kedaulatan yang sederajat itu sama-sama berharga. Perserikatan Bangsa-Bangsa pun berkesempatan untuk membangun bagi dirinya sendiri reputasi dan gengsi yang besar.
Keprihatinan Bung Karno terhadap masalah yang melanda PBB kembali ia tegaskan dalam ucapannya yang mengatakan "Disini hendak saya kemukakan peringatan yang sangat serius. Banyak anggota organisasi ini dan banyak pejabat organisasi ini, mungkin tak begitu menyadari perbuatan-perbuatan imperialisme dan kolonialisme. Mereka tak pernah mengalaminya; mereka tak mengenal keuletannya dan kebengisannya, dan banyaknya mukanya, dan kejahatannya.
Kami dari Asia dan Afrika mengenalnya. Saya katakan pada tuan-tuan: Janganlah bertindak sebagai alat yang tidak tahu apa-apa dari imperialisme. Jangan bertindak sebagai tangan kanan yang buta dari kolonialisme.
Jika tuan-tuan bertindak demikian maka tuan pasti akan membunuh Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa ini, dan dengan begitu tuan akan membunuh harapan dari jutaan manusia yang tidak terhitung itu dan mungkin tuan akan menyebabkan hari depan mati dalam kandungan.
Kita hidup ditengah-tengah Revolusi Tuntutan Yang Meningkat. Mereka yang dahulunya tanpa kemerdekaan, kini menuntut kemerdekaan. Mereka yang dahulunya tanpa suara, kini menuntut agar suaranya didengar.
Mereka yang sebelumnya kelaparan, kini menuntut beras banyak-banyak dan setiap hari. Mereka yang tadinya buta huruf, kini menuntut pendidikan. Seluruh dunia ini merupakan suatu sumber-sumber tenaga Revolusi yang besar, suatu gudang mesiu revolusioner yang besar.
Tidak kurang dari tiga-perempat ummat manusia terlibat didalam Revolusi Tuntutan Yang Meningkat, dan ini adalah Revolusi Maha-hebat sejak manusia untuk pertama kalinya berjalan dengan tegak disuatu dunia yang murni dan menyenangkan.
Berhasil atau gagalnya organisasi ini akan dinilai dari hubungannya dengan Revolusi Tuntutan Yang Meningkat itu. Generasi-generasi yang akan datang akan memuji atau mengutuk kita atas jawaban kita terhadap tantangan ini."
Perkataan Bung Karno yang berapi-api itu sungguh mewakili rakyat Indonesia yang sangat khawatir terhadap PBB. Sebab saat itu PBB dinilai tidak mampu menyelesaikan masalah-masalah internasional, tidak mampu menyelesaikan persengketaan-persengketaan internasional atas prinsip musyawarah, serta PBB tidak mampu memenuhi tuntutan zaman pembangunan bangsa-bangsa, dan tidak mencerminkan kondisi dunia.
Untuk memperbaiki keadaan tersebut, maka retooling pun dikumandangkan. Retooling merupakan salah satu usaha-usaha pokok atau program umum dalam mengatasi sebab-sebab kegagalan revolusi, secara harfiah retooling adalah pembersihan. Bila diterapkan secara politik, retooling memiliki makna pembersihan dari unsur-unsur yang dianggap tidak sesuai dengan jalannya revolusi.
Dari zaman pembangunan bangsa-bangsa, telah muncul kemungkinan dan keharusan akan suatu dunia yang bebas dari ketakutan, bebas dari kekurangan, dan bebas dari penindasan-penindasan nasional. Pergolakan-pergolakan kolonial, perkembangan yang cepat dari daerah-daerah yang belum maju dilapangan tekhnis, dan masalah perlucutan senjata, semuanya adalah masalah-masalah yang tepat dan mendesak untuk dipertimbangkan dan dimusyawarahkan.
Bagi rakyat Indonesia, prinsip musyawarah bukanlah sesuatu yang idealistis, tetapi prinsip yang memang dapat dilaksanakan seperti perkataan Sukarno yang sangat menjunjung tinggi musyawarah.
"Satu-satunya cara bagi organisasi ini untuk dapat menjalankan fungsinya secara memuaskan, adalah dengan jalan mufakat yang diperoleh dalam musyawarah. Musyawarah harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga tidak ada persaingan antara pendapat-pendapat yang bertentangan, tidak ada resolusi-resolusi dan resolusi-resolusi balasan, tidak ada pemihakan-pemihakan, melainkan hanya usaha yang teguh untuk mencari dasar umum dalam memecahkan sesuatu masalah.
Dari musyawarah semacam ini timbullah permufakatan, suatu kebulatan pendapat, yang lebih kuat dari suatu resolusi yang dipaksakan melalui jumlah suara mayoritet, suatu resolusi yang mungkin tidak diterima atau yang mungkin tidak disukai oleh minoritet.
Kami tahu dari pengalaman yang sama pahitnya, sama praktisnya dan sama realistisnya, bahwa cara-cara musyawarah kami dapat pula diselenggarakan dibidang internasional. Dibidang itu cara-cara itu berjalan sama baiknya seperti dibidang nasional.
Konferensi Asia-Afrika diselenggarakan dengan cara-cara musyawarah. Dalam konferensi itu tidak terdapat mayoritet dan minoritet. Tidak pula diadakan pemungutan suara. Dalam konferensi itu hanya terdapat musyawarah dan keinginan umum untuk mencapai persetujuan. Konferensi itu menghasilkan komunike yang dibuat dengan suara bulat, komunike yang merupakan salah suatu yang terpenting dalam sejarah.
Saya yakin bahwa pemakaian dengan tulus ikhlas dari cara-cara musyawarah demikian ini akan mempermudah pekerjaan organisasi internasional ini. Ya, barangkali cara ini akan memungkinkan pekerjaan yang sebenarnya dari organisasi ini. Cara musyawarah ini akan menunjukkan jalan untuk menyelesaikan banyak masalah-masalah yang makin bertumpuk bertahun-tahun. Cara musyawarah ini akan memungkinkan terselesaikannya masalah-masalah yang tampaknya tidak terpecahkan."
Kemudian, berhubung dengan kenyataan-kenyataan tersebut di atas Bung Karno mendesak agar:
1. Supaya Markas Besar PBB dipindahkan ke tempat yang bebas dari suasana perang dingin.
2. Supaya Piagam PBB ditinjau kembali dan disesuaikan dengan tuntutan zaman pembangunan bangsa-bangsa dewasa ini berlandaskan kepada ajaran Pancasila.
3. Supaya organisasi dan keanggotaan Dewan Keamanan dan Lembaga-lembaga PBB lainnya mencerminkan bangkitnya Negara-Negara Sosialis ataupun berkembangnya dengan cepat kemerdekaan negara-negara Asia-Afrika.
4. Supaya Sekretariat PBB yang dipimpin Sekjen diretool.
Akhirnya Pemimpin Besar Revolusi Indonesia sebagai penyambung lidah rakyat Indonesia itu menyatakan cita-cita rakyat Indonesia untuk membangun dunia baru sebagai berikut:
"Kami tidak berusaha mempertahankan dunia yang kami kenal; kami berusaha membangun suatu dunia yang baru yang lebih baik! Kami berusaha membangun suatu dunia yang sehat dan aman. Kami berusaha membangun suatu dunia, dimana setiap orang dapat hidup dalam suasana damai.
Kami berusaha membangun suatu dunia, dimana terdapat keadilan kemakmuran untuk semua orang. Kami berusaha membangun suatu dunia dimana kemanusiaan dapat mencapai kejayaannya yang penuh. Bangunlah dunia ini kembali! Bangunlah dunia ini kokoh dan kuat dan sehat! Bangunlah suatu dunia dimana semua bangsa hidup dalam damai dan persaudaraan.
Bangunlah dunia yang sesuai dengan impian dan cita-cita ummat manusia. Putuskan sekarang hubungan dengan masa lampau karena fajar sedang menyingsing. Putuskan sekarang hubungan dengan masa lampau sehingga kita bisa mempertanggung-jawabkan diri terhadap masa depan." demikian Bung Karno.
No comments