![]() |
Proklamator Indonesia |
Presiden pertama Republik Indonesia, Bung Karno, di saat-saat terakhirnya pada tahun 1970 beberapa hari tergolek sakit di Wisma Yaso, kawasan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
Waktu itu, sosok yang menjadi wakil Bung Karno memimpin negeri ini datang untuk menjenguk hingga terjadilah pertemuan haru diantara keduanya. Dari berbagai sumber dirangkum bahwa saat itu Bung Hatta datang menjenguk sahabat seperjuangan.
Sementara, Bung Karno, seperti diberi kekuatan untuk menyaksikan kedatangan Sang Hatta. Maka, terjadilah pertemuan yang mengharu-biru, seperti dikisahkan Meutia Hatta dalam bukunya, Bung Hatta: Pribadinya Dalam Kenangan. Kisah ini juga diceritakan Roso Daras dalam bukunya Total Bung Karno.
Berkata lirih Sukarno kepada Hatta, “Hatta, kau di sini?” seperti diiris-iris hati Hatta melihat sahabatnya tergolek tanpa daya.
Demi memompa semangat kepada sahabat, wajah teduh Bung Hatta menampakkan raut yang direkayasa, “Ya, bagaimana keadaanmu, No?” begitu Hatta membalas sapaan lemah Karno, dengan panggilan akrab yang ia ucapkan di awal-awal perjuangan. Hatta memegang lembut tangan Bung Karno.
Bung Karno melanjutkan sapaan lemahnya, “Hoe at het met jou” (Bagaimana keadaanmu?)
Hatta benar-benar tak kuasa lagi merekayasa raut teduh. Hatta benar-benar tak kuasa menahan derasnya arus kesedihan demi mendengar sahabatnya menyapanya dalam bahasa Belanda, yang mengingatkannya pada masa-masa penuh nostalgi.
Apalagi, usai berkata-kata lemah, Sukarno menangis terisak-isak. Lelaki perkasa itu menangis di depan kawan seperjuangannya.
Seketika, Hatta pun tak kuasa membendung air mata. Kedua sahabat yang lama berpisah, saling berpegang tangan seolah takut terpisah. Keduanya bertangis-tangisan.
“No,” Hanya kata itu yang sanggup Hatta ucapkan, sebelum akhirnya meledak tangis yang sungguh memilukan. Bibirnya bergetar menahan kesedihan, sekaligus kekecewaan. Bahunya terguncang-guncang karena ledakan emosi yang menyesakkan dada, yang mengalirkan air mata. Keduanya tetap berpegangan tangan.
Bahkan, sejurus kemudian Bung Karno minta dipasangkan kacamata, agar dapat melihat sahabatnya lebih jelas.
Selanjutnya, Bung Karno hanya diam. Mata keduanya bertatapan. Mereka berbicara melalui bahasa mata.
Sungguh, ada sejuta makna yang tertumpah pada sore hari yang bersejarah itu. Selanjutnya, Bung Karno hanya diam. Diam, seolah pasrah menunggu datangnya malaikat penjemput.
Sukarno mengembuskan napas terakhirnya tepat pukul 07.07 WIB, Minggu 21 Juni 1970 setelah menderita komplikasi penyakit yang cukup parah.
Waktu itu, sosok yang menjadi wakil Bung Karno memimpin negeri ini datang untuk menjenguk hingga terjadilah pertemuan haru diantara keduanya. Dari berbagai sumber dirangkum bahwa saat itu Bung Hatta datang menjenguk sahabat seperjuangan.
Sementara, Bung Karno, seperti diberi kekuatan untuk menyaksikan kedatangan Sang Hatta. Maka, terjadilah pertemuan yang mengharu-biru, seperti dikisahkan Meutia Hatta dalam bukunya, Bung Hatta: Pribadinya Dalam Kenangan. Kisah ini juga diceritakan Roso Daras dalam bukunya Total Bung Karno.
Berkata lirih Sukarno kepada Hatta, “Hatta, kau di sini?” seperti diiris-iris hati Hatta melihat sahabatnya tergolek tanpa daya.
Demi memompa semangat kepada sahabat, wajah teduh Bung Hatta menampakkan raut yang direkayasa, “Ya, bagaimana keadaanmu, No?” begitu Hatta membalas sapaan lemah Karno, dengan panggilan akrab yang ia ucapkan di awal-awal perjuangan. Hatta memegang lembut tangan Bung Karno.
Bung Karno melanjutkan sapaan lemahnya, “Hoe at het met jou” (Bagaimana keadaanmu?)
Hatta benar-benar tak kuasa lagi merekayasa raut teduh. Hatta benar-benar tak kuasa menahan derasnya arus kesedihan demi mendengar sahabatnya menyapanya dalam bahasa Belanda, yang mengingatkannya pada masa-masa penuh nostalgi.
Apalagi, usai berkata-kata lemah, Sukarno menangis terisak-isak. Lelaki perkasa itu menangis di depan kawan seperjuangannya.
Seketika, Hatta pun tak kuasa membendung air mata. Kedua sahabat yang lama berpisah, saling berpegang tangan seolah takut terpisah. Keduanya bertangis-tangisan.
“No,” Hanya kata itu yang sanggup Hatta ucapkan, sebelum akhirnya meledak tangis yang sungguh memilukan. Bibirnya bergetar menahan kesedihan, sekaligus kekecewaan. Bahunya terguncang-guncang karena ledakan emosi yang menyesakkan dada, yang mengalirkan air mata. Keduanya tetap berpegangan tangan.
Bahkan, sejurus kemudian Bung Karno minta dipasangkan kacamata, agar dapat melihat sahabatnya lebih jelas.
Selanjutnya, Bung Karno hanya diam. Mata keduanya bertatapan. Mereka berbicara melalui bahasa mata.
Sungguh, ada sejuta makna yang tertumpah pada sore hari yang bersejarah itu. Selanjutnya, Bung Karno hanya diam. Diam, seolah pasrah menunggu datangnya malaikat penjemput.
Sukarno mengembuskan napas terakhirnya tepat pukul 07.07 WIB, Minggu 21 Juni 1970 setelah menderita komplikasi penyakit yang cukup parah.
No comments