Aku, kamu...
Kita tentunya.
Tidak berhak menghakimi hidup orang lain atau menyimpulkan segala sesuatu hanya dari pemikiran diri sendiri (boleh berpendapat, hanya saja tak boleh menyakiti).
Sebab, setiap orang mempunyai bekas luka yang berbeda-beda dari pertempuran hidupnya.
Sama seperti kita, orang lain pun memiliki bekas luka di hatinya. Entah itu karena lelahnya ia dalam berjuang atau kecewanya ia pada seseorang.
Lagi,
Sama seperti kita, orang lain pun butuh ruang. Ia butuh waktu untuk berdamai dengan diri sendiri, karena barangkali ia tengah kesal atau ia sedang menghadapi kegagalan. Dan ia butuh waktu untuk memikirkan semua itu.
Dari diri sendiri aku belajar, bahwa masalah bisa menghampiri siapa saja. Dimana saja, dan kapan saja. Karena itu...
Aku berpikir; tidak perlu mengajari orang lain untuk mengobati lukanya, dengan cara yang sama sepertiku.
Tapi, di suatu kesempatan aku akan belajar menjadi dirinya. Dan memahami setiap bekas lukanya.
Jika pada akhirnya aku tak mampu mengobatinya, setidaknya aku tak menggoreskan luka yang baru.
Jika aku tak bisa menjadi alasannya tersenyum, setidaknya aku tak mencipta tangisnya.
Jika aku tak bisa menjadi alasannya tersenyum, setidaknya aku tak mencipta tangisnya.
Kita tak perlu menuduh mereka sombong atau jahat, karena kita tidak tahu kisah seutuhnya, karena kita tak tahu bagaimana mereka berjuang setiap hari, dan karena kita tak tahu bagaimana mereka merajut seulas senyum dari waktu ke waktu.
Kita hanya perlu belajar untuk mengerti dan pelan-pelan memahami. Bahwa diamnya seseorang bukan berarti ia marah dan tingginya nada bicara bukan pertanda ia tak suka.
Ada waktu ketika diri kita benar-benar membutuhkan ruang, kita butuh istirahat sejenak atas sayatan luka yang diterima.
Setiap orang memiliki kisah dan luka yang berbeda-beda, mari berusaha untuk tidak serta merta memberi label atau menghakiminya.
Jika merasa tak dihargai saat menghampiri orang lain, mungkin saja di dalam kepalanya tengah menyusun narasi untuk diri sebagai bentuk penguatan atas semangat yang nyaris karam.
Namun, sebenarnya...
Sesekali, tak ada salahnya kita terbuka dan bercerita. Pada siapapun, walau hanya pada bayang diri di permukaan danau.
Jika benar tengah berdamai dengan sayatan luka, maka bicaralah tapi tidak di media sosialmu. Sebab lukamu butuh obat, bukan umpat. ^^
No comments