Kau Baik Sebagai Teman, Tapi Tidak untuk Jadi Pasangan


Hey, kau tahu aku adalah pembohong yang buruk kan?

Jadi aku tak akan berbohong perihal jawaban yang sudah kau tunggu sekian purnama. Dan, apa yang ingin kukatakan adalah... bahwa kau sempurna.

Itu saja sudah mewakili semuanya. Kau adalah sosok teman yang sempurna. Kau menyayangi dengan luar biasa dan mampu melindungi dengan gagahnya. Kau hebat.

Tapi tempatmu hanya sebagai teman, tidak sebagai pasangan apalagi menyelami pernikahan seperti yang kau tawarkan.

Seperti katamu dulu, aku adalah teka-teki tersulit yang tak mampu kau pecahkan. Kali ini, mungkin saja kau tak akan paham dengan berbagai alasan yang kulontarkan.

Kau tak akan mengerti, tapi bisa jadi kau akan memaksakan diri.

Keputusanku terlalu naif, aku tahu itu. Sebab menunggu bukanlah hal mudah, dan kau berhasil melewatinya. Meski kau tahu bahwa jawabanku akan tetap sama.

"Baiklah, tapi jangan menyesali kebodohanmu hari ini." kau tersenyum seperti biasa, walau bisa kulihat dengan jelas sayatan luka di balik bola mata indahmu.

Ah, dalam narasi ini aku sudah seperti tokoh antagonis saja. Namun aku tidak akan lupa, bagaimana sulitnya aku membedakanmu dengan penjara.

Oh hey, aku ingin jatuh cinta. Bukan bergelut dalam sangkar yang indah.

Dalam mengatur, kau seperti pemain handal di papan catur. Barangkali karena itulah rasaku luntur.

Perempuan, konon diciptakan dari tulang rusuk yang amat bengkok dan rapuh. Dan kau mematahkannya tanpa berpikir panjang terlebih dulu.

Lalu, sebelum terlalu jauh aku pun segera menghentikan langkahmu. Sampai disini kuyakin kau sudah paham. Ketahuilah, tidak ada perempuan yang suka akan paksaan atau pengekangan.

Bagi kami itu kejam.

Kuharap kau segera paham.

Jadi, lepaskan aku dari belenggu sangkarmu. Karena kau sempurna dan baik sebagai teman, tapi tidak untuk kujadikan pasangan. Tidak sebagai tempat hatiku melabuhkan harapan.

Kau, hanya teman.

No comments