![]() |
sumber gambar: thegritandgraceproject.org |
Terdiam di sudut ruang
Menyisir kenangan pelan-pelan
Raung hatiku kesakitan
Tiada digdayaku di kejauhan
Hanya remah-remah doa kuutarakan demi
tuntasnya kerinduan
“Ibu,
sebentar lagi anakmu pulang,” aku membatin dalam-dalam
Kurebahkan kepala di atas meja berdebu
dalam temaram
Catatan harian pun remuk kugenggam
Menimba ilmu di perantauan amatlah
menyulitkan
Bergelut dalam pertarungan antara rindu
dan membahagiakanmu
Langit kelam yang menemani seolah bisu
Memaki dalam diam atas ketidakmampuanku
mengutarakan rindu
Aku malu.
Tapi aku rindu pada sepasang mata teduh
milik ibu
Rindu pada lengkung senyum yang merekah
kala menyajikan makanan kesukaanku
Terlalu rindu
Tapi aku perempuan yang kaku.
Merutuk diri dalam pilu, aku dikerumuni
rindu
“Ibu
apa kabar?”
ujarku
Di seberang telepon kudengar hela napas “Ibu baik-baik saja anakku.”
Sederhana sekali bahasa cintaku
Hanya sesingkat itu dan aku masih rindu
Sejenak, waktu melemparkanku ke dada
langit
Tersenyum kecut, gemuruh di dada semakin
mengimpit
“Kau
akan menghadapi banyak hal sulit, tapi jangan melemah walau sedikit.”
Perlahan kuingat petuah ibu walau
dicekik sakit
Aku belajar darimu, bahwa menjadi
perempuan harus tangguh
Harus berdiri kokoh, teguh, dan tak
mudah jatuh
Biar kukristalkan air matamu yang sempat
jatuh di kala itu
Atas kecewa dan luka yang menganga
kusampaikan maaf beribu-ribu
Ibu, aku mencintaimu
Maafkan jika ekspresiku hanya sebatas
gumpalan rindu
Di lain waktu biarkan aku yang memasak
untukmu
Lalu dengarkan kisahku tentang
perjuangan yang tak kenal waktu
Bengkulu, 26 September 2019
No comments