A Thread: Perempuan Sekolah Tinggi Cuma Jadi Ibu Rumah Tangga

sumber gambar: byislam.com
Ahmad Syauqi, seorang pujangga dan sastrawan Arab pernah mengatakan “Ibu ibarat madrasah, jika anda persiapkan maka sesungguhnya anda sedang menyiapkan bangsa (besar) yang wangi keringatnya.”

Dalam sumber lain dikatakan pula "Ibu adalah sekolah, jika engkau menyiapkannya maka engkau menyiapkan generasi berkualitas tinggi."

Baiklah teman, sebelum menulis lebih jauh tentang ini sebenarnya saya merasa belum memiliki kapasitas yang pantas. Pasalnya *hehee* saya hanyalah perempuan biasa yang belum menikah *InsyaAllah nanti juga bakal jadi seorang ibu* Nah, beberapa waktu lalu saya melihat tweet seorang sahabat yang berujar seperti ini:

sumber gambar: @apriantidesi
Lantas dengan segala keterbatasan ilmu, bermodal ketertarikan dan keingintahuan, akhirnya saya mencoba menulis ini. Jadi, mohon dikoreksi kalau ada yang salah pada pembahasan atau salah kata. *Sekalian gitu kan, ini buat bekal di masa depan untukku, untukmu, dan untuk kita semua para perempuan.*

Nah, ayo kita kupas A Thread dari Mbak Desi Aprianti ini (perempuan yang InsyaAllah sebentar lagi bakal jadi istri solehah dan semoga menjadi madrasah terbaik untuk anak-anaknya di masa depan, aamiin).

“Sayang loh sekolah tinggi ujung-ujungnya cuma di rumah, ngurusin anak, jadi ibu rumah tangga.” Lemme tell you, bersekolah bukan hanya sekadar syarat untuk mengejar karir. Perempuan juga harus pintar untuk bisa menjadi ibu yang baik dan mengajari anaknya banyak hal nanti.

Saya setuju sama kata-kata Mbak Desi di atas. Pendidikan tinggi seorang perempuan bukan hanya untuk karirnya, dan saya pernah membaca buku yang isinya kira-kira begini: perempuan adalah guru pertama bagi sang anak sebelum dididik orang lain.

Sejak ruh ditiupkan ke dalam rahim, proses pendidikan sudah dimulai. Sebab mulai saat itu, anak telah mampu menangkap rangsangan-rangsangan yang diberikan oleh ibunya. Ia mampu mendengar dan merasakan apa yang dirasakan ibunya. Bila ibunya sedih dan cemas, ia pun merasakan demikian. Sebaliknya, bila ibunya merasa senang, ia pun turut senang.

Dalam proses tersebut, pendidikan seorang ibu akan sangat berguna dalam mendidik anaknya dan mengatur banyak hal dalam rumah tangga seperti lanjutan tweet Mbak Desi berikut ini:

Harus pintar mengatur keuangan biar anggaran keluarga gak defisit. Pintar bersosialisasi dengan berbagai macam orang dari beragam level, bahkan suku, agama, ras. Perempuan harus bisa ini itu untuk bisa melindungi anak-anaknya, keluarga, dan kehormatan suaminya.

Benar sekali. Pendidikan tinggi yang ditempuh seorang perempuan tidak akan sia-sia hanya karena dia menjadi seorang ibu rumah tangga. Bahkan, sebenarnya itu adalah pekerjaan yang mulia. Seorang perempuan harus memiliki bekal pengetahuan untuk mengatur keuangan, untuk menjaga keluarga dan kehormatan suaminya.

Semua skill itu didapatkan dari mana? Ya dari bersekolah, belajar, berorganisasi, mengembangkan diri, dan mengejar mimpi. Sesungguhnya, jika perempuan mendapatkan karir yang baik, itu adalah bonus.

Tweet Mbak Desi ini menurutku jelas ada kaitannya dengan paragraf pertama tulisan ini. Ya, Syauqi mengatakan “Ibu ibarat madrasah, jika anda persiapkan maka sesungguhnya anda sedang menyiapkan bangsa (besar) yang wangi keringatnya.”

Menurutku, menyiapkan di sini maksudnya adalah dari segi pengetahuan perempuannya tentang bagaimana nanti ketika dia menjadi seorang istri? Bagaimana nanti ketika dia menjadi seorang menantu? Dan bagaimana nanti ketika dia menjadi seorang ibu?

Semua itu harus ada persiapannya. Dengan sekolah, belajar, organisasi, pengembangan diri, dan proses mengejar mimpi seperti yang dikatakan Mbak Desi, jelas akan sangat bermanfaat untuk si perempuan di masa depan.

Namun di sini saya tidak berniat mendiskriminasi status sosial perempuan yang barangkali belum berkesempatan menempuh pendidikan tertentu, sebab pengetahuan yang seperti ini bisa kita pelajari dari mana saja; bisa dari orang tua, teman yang sudah menikah, dari televisi, dari buku, majalah, atau koran, dan lain sebagainya.

Hanya saja di sini fokus pembahasannya mengenai perempuan yang sekolahnya tinggi dan menjadi ibu rumah tangga. Jadi, semisal ada yang tersinggung... dengan segenap isi hati saya memohon maaf.

sumber gambar: muslimmaters.org
Baiklah, selanjutnya dalam thread Mbak Desi menuliskan:

Bagaimana jika perempuan sudah terlanjur berkarir? Tetap jalani karir yang diminati tapi fokuslah kepada keluarga dan hidupmu. By only focusing on life, that’s how you keep a work-life balance.

Itu adalah kalimat penutup thread Mbak Desi di Twitter. Kalimat ini mengingatkan saya pada sebuah buku tentang Almarhumah Yoyoh Yusroh. Beliau adalah perempuan hebat, dia mampu mengelola dengan baik antara tugasnya di rumah sebagai seorang istri dan ibu dengan tugasnya di ruang publik yang berprofesi sebagai anggota DPR RI.

Almarhumah Bunda Yoyoh Yusroh memiliki 13 orang anak yang semuanya sukses dalam pendidikan bahkan menjadi hafiz dan hafizah. Sangat menginspirasi, meski diri ini masih sangat-sungguh jauh dari sebutan seorang penghapal Al-Quran, tetapi kisah Bunda Yoyoh Yusroh benar-benar memotivasi.

Dan kalimat Mbak Desi menurutku adalah benar. Seorang perempuan dengan izin suaminya bisa saja lanjut berkarir namun tetaplah fokus pada keluarga, pada statusnya sebagai seorang istri dan seorang ibu.

Selain itu ada banyak sekali perempuan-perempuan inspiratif yang bisa dicontoh tentang bagaimana sikapnya pada suami dan anaknya, cara dia mendidik anak, dan caranya menjaga keluarga.

Dalam Islam ada banyak perempuan hebat yang jadi madrasah bagi anak-anaknya. Ada luapan cinta Yakobed dan Asiyah untuk Nabi Musa 'alaihissalam, kesabaran Sarah menanti hadirnya Nabi Ishaq 'alaihissalam, ketabahan Hajar bersama bayi mungilnya yakni Nabi Ismail 'alaihissalam, perjuangan Maryam bersama putranya Nabi Isa 'alaihissalam, lahirnya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dari seorang perempuan mulia bernama Aminah, dan kisah Fatimah dengan putranya Hasan dan Husein.

Masih ada banyak lagi kisah-kisah hebat seorang perempuan dalam mendidik anaknya, saya sendiri bahkan belum khatam membaca kisah-kisah mereka. Seperti ada kisah kesabaran Ummu Sulaim saat anaknya meninggal, ada pula kisah hebat Suhaila membesarkan putranya saat ditinggal selama puluhan tahun oleh Farukh suaminya untuk berjihad, kemudian ada kisah Ibunda Muhammad Al-Fatih, kisah Ibunda Imam asy-Syafi'i, kisah kerelaan al-Khansa atas putranya, kisah Asma binti Abu Bakar ash-Shiddiq, dan lain sebagainya, masih sangat banyak kisah inspiratif yang bisa jadi rujukan para perempuan untuk dibaca.

Dan maaf atas kedangkalan ilmu saya yang barangkali terdapat salah kata dalam tulisan ini. Marilah sejenak kita mengingat tentang sebuah hadis mengenai ketaatan pada ibu dan ayah:

Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik dariku?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ibumu.” Laki-laki itu bertanya kembali, “Kemudian siapa?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Lagi-lagi beliau menjawab, “Ibumu.” Orang itu pun bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Maka beliau menjawab, “Ayahmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

*Semoga kita para perempuan dimampukan oleh Allah untuk menjadi istri dan ibu yang baik, semoga bagi yang menanti kehadiran buah hati segera dikabulkan doanya -dikaruniai anak-anak yang soleh-solehah, semoga yang sebentar lagi menjadi ibu dimampukan untuk mendidik anaknya menjadi sosok yang hebat, aamiin...*
 

2 comments

  1. Aamiinnn semoga kita mampu ya mbk menjadi wanita yang solehah berlari juga hehe

    ReplyDelete
  2. Menjadi Berhasil banyak cara, pendidikan salah satunya.
    Menjadi seorang ibu adalah kebanggan,apalagi nantinya berhasil dalam rumah tangga dan karir.

    Salam hormat bagi semua ibu rumah tangga...admin biropesona.blogspot.com

    ReplyDelete